Mitos-mitos itu antara lain:
Mitos 1. Masuk perkawinan berarti tenggelam dalam 1001 masalah.
Topik ini sering ditayangkan TV, film dan cerpen. Padahal menikah ataupun tidak, seorang dewasa harus berhadapan dengan masalah pekerjaan, keuangan, perumahan, pembantu, kesehatan dan lainnya. Adanya pasangan yang bisa bekerja sama,justru dapat saling meringankan beban. Bahkan perkawinan memberi banyak kesempatan untuk mengembangkan diri dan potensi.
Mitos 2. Perkawinan adalah bagai menuruni gunung, senantiasa menjadi lebih tidak enak.
Seperti yang dikhawatirkan Bung Dod, sejak tercapainya puncak kebahagiaan pada saat bulan madu, kebahagiaan akan terus mundur sampai tinggal penyesalan belaka pada usia tua. Memang ada perkawinan yang begitu, "mundur" terus pantang maju. Lazimnya perkawinan begitu tidak bertahan lama sebab sudah bubar jalan sebelum tua. Penelitian justru menemukan bahwa kebahagiaan perkawinan menjadi semakin besar dengan bertambahnya usia. Bahkan pengalaman kemudian dirasakan lebih bahagia dari tahun manapun dari kehidupan seseorang!
Mitos 3. Dalil perkawinan adalah 50-50.
Dalil ini tidak berlaku dalam perkawinan. Yang lebih sering terjadi justru yang bukan fifty-fifty. Kadang salah seorang pasangan perlu "mengalah" 70-90 persen, kadang "memang" 90 persen. Hubungan yang membahagiakan terjadi justru pada pasangan yang bersedia memberikan lebih dari 50 persen ....! Bukankah keadaan orang tidak selamanya sama? Adakalanya menderita sakit, kadang mendapat tugas ekstra berat, bisa jadi terkena PHK, sehingga keadaannya lebih "rentan" dan memerlukan pertolongan pasangannya.
Mitos 4. Besarnya perbedaan seks.
Kepercayaan bahwa ada perbedaan besar antara laki-laki dan perempuan dalam: emosi, kecerdasan dan kepribadian, dapat menghambat dan memojokkan salah satu. Padahal penelitian Margaret Mead dalam Male and Female dan Sex and Temperament in Three Primitive Societies, mengungkapkan relativitas sifat dan perilaku feminin dan maskulin. Sifat dan perilaku yang kita kenal sebagai feminin, yaitu pasif, lembut dan memperhitungkan perasaan orang lain, justru dianggap sebagai sifat maskulin dalam masyarakat tertentu. Sebaliknya yang lazim disebut sifat maskulin: keras, aktif, dan mandiri justru disebut sifat perempuan. Yang lebih aman adalah menghargai pasangan sebagai sesama manusia, sebagai pribadi yang punya potensi untuk berkembang ke arah yang baik.
Mitos 5. Perkawinan dapat, mengobati ketidakbahagiaan dan mengatasi semua masalah.
Mitos 5. Perkawinan dapat, mengobati ketidakbahagiaan dan mengatasi semua masalah.
Beberapa orang masih percaya bahwa perkawinan adalah obat mujarab buat menyembuhkan persoalan pribadi. Mereka merasa bahwa pasangannya dapat melenyapkan segala persoalannya. Tentu saja ini tidak benar. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang masa lalunya tidak bahagia, cenderung menjadi tidak bahagia pula dalam perkawinannya, dan sebaliknya.
Mitos 6. Perkawinan yang bahagia tidak ada konflik.
Mitos 6. Perkawinan yang bahagia tidak ada konflik.
Benar, bahwa semakin banyak konflik, semakin mengikis kebahagiaan. Tetapi yang sangat bahagia pun tidak lepas dari konflik. Bukankah tiap orang mempunyai pengalaman, ketakutan, dan implan yang berbeda-beda? Cuma cara mereka menyelesaikan konflik-konfliknya tidak sama. Yang tidak bahagia, berpola saling menyalahkan dan saling menyakiti. Sedang pasangan yang berbahagia berusaha saling mengerti dan membantu mencari jalan yang terbaik, tanpa saling menyakiti.
http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0408/25/093422.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar